Jumat, 03 Januari 2014

MENILAI TINGKAT KESADARAN

Tingkat keasadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respons seseorang terhadap ransangan dari lingkungan, Tingkat kesadaran di bedakan menjadi :

KOMPOS MENTIS
yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.

APATIS
yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap lingkungannya.

DELIRIUM
yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.

SOMNOLEN
 (letergia, obtundasi, hipersomnia)
yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.

SOPOR (stupor)
yaitu keadaan mengantuk yang dalam, Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.

SEMI-KOMA (koma ringan)
yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat

KOMA
yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.


Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

PENYEBAB PENURUNAN KESADARAN
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

MENGUKUR TINGKAT KESADARAN
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).
  
 Glasgow Coma Skala (GCS ),

Aspek Yang Dinilai
Nilai
BUKA MATA
- Buka mata tidak ada meskipun dirangsang
- Buka mata jika ada nyeri                           
- Buka mata jika diajak bicara/ disuruh        
- Buka mata spontan                                    

1
2
3
4
RESPON MOTORIK              
- Respon motor tidak ada                             
- Respon motor ektensi                               
- Respon motor fleksi abnormal                    
- Respon motor reaksi abnormal                   
- Respon motor tunjuk nyeri                         
- Respon motor menurut perintah                            

1
2
3
4
5
6
RESPON VERBAL
- Respon verbal tidak ada                            
- Respon verbal tanpa arti                           
- Respon verbal tak benar                                     
- Respon verbal bicara ngacau                      
- Respon verbal orientasi baik                

1
2
3
4
5

  Besar pupil  :
-      Pupil dipantau besarnya antara 2 -3 mm bisa 1 -8 mm.
-      Kanan dan kiri besarnya tidak sama.
-      Reaksi pupil kanan dan kiri positif/ negative.

Sabtu, 21 Desember 2013

ASUHAN KEPERAWATAN NANDA NIC NOC PADA KERACUNAN MAKANAN

A.   PENGERTIAN.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan makanan bila seseorang mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi kuman atau racun yang dihasilkan oleh kuman penyakit. Kuman yang paling sering mengkontaminasi makanan adalah bakteri. Kuman ini dapat masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan dengan perantaraan orang yang mengolah makanan atau memang berasal dari makanan itu sendiri akibat pengolahan yang kurang baik.

B.   ETIOLOGI
Jenis makanan yang sering menyebabkan keracunan antara lain adalah:
1.  Daging ternak yang tidak dimasak atau dimasak setengah matang (bakteri E.coli dan cacing Trichinella).
2.  Ayam dan telur (bakteri Salmonella).
3.  Makanan laut, khususnya jenis kerang-kerangan  (virus Hepatitis A dan jenis virus lainnya serta bakteri dan logam berat).
4.  Buah dan sayuran (virus Hepatitis A dan parasit, kadang pestisida.
5.  Susu yang tidak dipasteurisasi (bakteri pembusuk).
6.  Racun dari bakteri Staphylococcus
Resiko untuk terjadinya penyakit ini tinggi bila pengelola makanan yang menderita infeksi mencemari makanan, yang kemudian dibiarkan dalam suhu ruangan, sehingga memungkinkan bakteri tumbuh dan menghasilkan racunnya dalam makanan tersebut.  Makanan yang sering tercemar adalah puding, kue-kue kecil yang mengandung krim, susu, daging olahan dan ikan.

C.   GEJALA KERACUNAN
Pada anak-anak, gejala akan lebih cepat muncul karena kondisi tubuh lebih rentan. Berkisar dua jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi akan cepat terlihat. Gejalanya antara lain:
1.   Kram perut.
2.   Demam.
3.   Muntah-muntah.
4.   Sering BAB, kadang bercampur darah, nanah atau lendir
5.   Rasa lemas dan mengigil
6.   Hilang nafsu makan.
Gejala keracunan makanan bisa terlihat berkisar empat sampai 24 jam setelah si kecil terkontaminasi makanan beracun. Gejala ini bisa berlangsung tiga sampai empat hari.  Tapi hati-hati! Gejala ini dapat berlangsung lebih lama lagi jika si kecil yang keracunan masih mengonsumsi secara tidak sengaja makanan yang terkontaminasi.
         
Gejala keracunan makanan menurut sumber makanannya.
1.   Keracunan Botilinum.
Penyebabnya adalah kuman Clostridium Botulinum yang terdapat dalam makanan kaleng yang diolah secara tidak sempurna
Gejalanya :
-    Masa laten 18-36 jam.
-    Lemah.
-    Gangguan penglihatan.
-    Refleks pupil (-).
2.   Keracunan makanan laut.
Makanan laut yang sering menyebabkan keracunan adalah kepiting,. Nranjungan, ikan laut.
Gejalanya :
-    Masa laten ½ - 4 jam.
-    Rasa panas didsekitar mulut.
-    Rasa baal pada ekstremitas.
-    Lemah.
-    Mual, muntah.
-    Nyeri perut dan diare.
3.   Keracunan jengkola.
Disebabkan oleh kristal asam jengkol yang ada dalam saluran keencing.
Gejalanya :
-    Nafas, mulut dan air kemih berbau jengkol.
-    Sakit pinggang serta sakit peruit.
-    Nyeri waktu buang air kecil.
-     Buang air kecil kadang disertai darah.
4.   Keracunan jamur.
Gejalanya :
-   Sakit perut.
-   Muntah.
-   Diare.
-   Berkeringat banyak.
5.   Makanan.
Penyebabnya adalah Staphilokokkus.
Gejalanya :
-   Mual, muntah.
-   Diare.
-   Nyeri perut.
-   Nyeri kepala, demam.
-   Dehidrasi.
-   Dapat menyerupai disentri.
  
D.   PRINSIP PENATALAKSANAAN.
1. Lakukan pengkajian primer (primary survey) terhadap Airway (A), Breathing (B), Circulation (C).
2.  Mencegah menghentikan penyerapan racun yang ditelan denagn cara :
a. Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi penyerapannya dengan cara memberikan cairan dalam jumlah banyak. Cairan yang dipakai adalah air biasa, susu, norit yang telah dilarutkan.
b. Emesis, upayakan pasien muntah, efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun ditelan. Dapat dilakukan dengan cara mekanik yaitu dengan merangsang dinding faring dengan jari. Emesis tidak boleh dilakukan pada keracunan zat kerosif, zat kerosen dan penderita tidak sadar.
3.  Pengobatan simptomatik.
a.  Bila ada gangguan pernafasan maka dilakukan resusitasi.
b.  Rasa nyeri/sakit dapat diberikan obat analgetik

E.   CARA MENGHINDARI.
1. Jangan membeli makanan yang segel pengamannya tidak utuh lagi atau makanan kaleng yang kemasannya sudah penyok atau menggelembung.
2. Pulang belanja, bahan makanan yang mudah rusak (ikan, daging, sayur, buah) segera simpan di kulkas. Jaga agar kulkas anda tetap pada suhu < 8oC dan suhu freezer < 0oC.
3.  Cuci buah dan sayuran sebelum dimakan.
4.   Saat memotong makanan gunakan papan iris/talenan plastik karena bakteri bisa terperangkap di dasar talenan yang terbuat dari kayu.
5.  Cuci tangan minimal selama 20 detik dengan sabun dan air hangat sebelum memasak dan menghidangkan makanan.
6. Hindari kontaminasi silang antar-makanan dengan cara mencuci peralatan masak yang sebelumnya telah kontak dengan makanan.
7.  Jauhkan hewan peliharaan dari seluruh area tempat menyiapkan makanan.
8. Masak makanan untuk membunuh bakteri. Daging merah dimasak hingga suhu 180oC atau bila bagian dalamnya telah berwarna coklat (telah matang benar).
9. Sisa makanan sebaiknya disimpan di lemari pendingin, jangan tinggalkan makanan dalam suhu ruang > 2 jam. Panaskan kembali sisa makanan tadi sebelum dimakan.
10.Hindari makan telur mentah dan jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi.
11.Jangan mengkonsumsi makanan/minuman yang rasa, bau atau warnanya sudah berubah.
12.Jika tidak yakin apakah suatu makanan masih baik atau tidak, jangan ambil risiko, buang saja makanan tersebut.

F.   TIPS MENCEGAH KERACUNAN MAKANAN
1. Masaklah semua produk daging secara sempurna. Pastikan bahwa daging terlihat matang sepenuhnya (tidak lagi merah muda).
2. Jika Anda dilayani daging setengah matang di restoran, kembalikan untuk dimasak lebih lanjut. Mintalah disajikan kembali dalam piring baru.
3. Periksa kondisi fisik dan tanggal kadaluwarsa produk daging kalengan dan makanan bayi. Jangan mengkonsumsi produk yang daluwarsa atau kemasannya sudah tidak berbentuk sempurna. Periksa juga kondisi makanan (bau, warna, bentuk) untuk memastikannya sebelum memproses lebih lanjut.
4.  Cuci bersih buah dan sayuran sebelum dimasak atau disajikan.
5. Basuh tangan dengan sabun sebelum menangani bahan mentah yang berasal dari hewan. Basuh kembali tangan dengan sabun setelah selesai menanganinya.
6.   Cegah kontaminasi silang di dapur:
-   Gunakan talenan berbeda untuk memotong bahan makanan hewani dan bahan makanan lainnya.
-   Gunakan talenan dari bahan non-kayu yang lebih mudah dibersihkan sepenuhnya.
-   Hati-hati agar tidak mengucurkan cairan daging yang belum dicuci ke bahan makanan lain.
-   Bersihkan semua talenan, meja dan peralatan dengan sabun dan air panas setelah menyiapkan bahan makanan yang berasal dari hewan.
7.Hindari mengkonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi, telur mentah/setengah matang dan air yang tidak disterilkan.
8.  Basuh tangan dengan sabun setelah memegang hewan peliharaan, memberi pakan dan membersihkan kotorannya.
9. Jangan membiarkan bahan makanan hewani (daging, ikan, susu dan telur) pada suhu kamar dalam waktu lama. Simpanlah dalam lemari es.
10.Hindari kontaminasi silang di lemari es/kulkas dengan menjauhkan penyimpanan bahan makanan hewani dengan sayur, buah dan minuman.
11.Pastikan bahwa orang-orang yang terkena diare, terutama anak-anak, mencuci bersih tangan mereka dengan sabun secara teratur untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi.
12.Jika Anda sakit diare atau muntah, jangan menyiapkan makanan bagi orang lain, terutama bayi, orang tua, dan orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah karena mereka lebih rentan terhadap infeksi.
Pendapat lain dari  UPF Penyakit Dalam FK Unair (1994) bahwa penatalaksanan keracunan adalah sebagai berikut :

1.   Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
2.    Emesis.
3.   Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4.   Anti dotum.
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a.  Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d.  Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

G.   ASUHAN KEPERAWATAN.
1.   Pengkajian.
Dilakukan melalui Primary Survey yang terdiri dari Airway (A), Breathing (B), dan Circukation (C). setelah teratasi dilakukan secondary surevy.
Umumnya A tidak ada masalah kecuali pada keracunan melalui saluran pernafasan. B merupakan masalah yang paling sering yang ditandai dengan sesak nafas. Sedangkan C pada keracunan makanan jarang terjadi.
2.   Diagnosa keperawatan.
a.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
b.    Diare berhubungan dengan racun.
c.    Nyeri abdomen akut berhubungan dengan agen cidera.

3.   Intervensi keperawatan (NIC).
a.    Untuk diganosa keperawatan 1 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
Hasil akhir yang diharapkan (NOC) :
o   status pernafasan : ventilasi normall.
o   Status : tanda vital dalam batas normal
Intervensi yang dilakukan (NIC) :
o   Manajemen jalan nafas.
o   Terapi oksigen.
o   Pemantauan respirasi. Bantuan ventilasi.
o   Pemantauan tanda vital.
o   Ventilasi mekanik bila perlu.
b.    Untuk diagnosa keperawatan 2 : Diare berhubungan dengan racun
Hasil akhir yang diharpkan (NOC)
o   Eliminasi defekasi normal.
o   Hidrasi (-).
o   Cairan tubuh seimbang.

Intervensi yang dilakukan (NIC).
o   Manajemen diare.
o   Manajemen cairan dan elektrolit.
o   Pemantauan cairan.
o   Manajemen nutrisi.
c.    Untuk diagnosa keperawatan 3 : Nyeri abdomen akut berhubungan dengan agen cidera.
Hasil yang diharapkan (NOC)
o   Kontrol nyeri yang baik.
o   Tingkat nyeri menurun atau hilang.
Intervensi yang dilakukan (NIC)
o   Manajemen nyeri.
o   Pemberian analgetik.

DAFTAR PUSTAKA.
Departemen kesehatan RI, ( 2000 ) Resusitasi jantung, paru otak Bantuan hidup lanjut ( Advanced Life Support ) Jakarta.
Emerton, D M ( 1989 ) Principle And Practise Of nursing , University of Quennsland Press, Australia.
Johnson , M,  et.al (2000), Nursing Outcomes Clasification (NOC), Mosby : St. Louis.
UPF Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr.Soetomo Surabaya,( 1994 ) Pedoman Diagnosis dan Terapi, Surabaya.
McCloskey J. C, and Bulecheck, G. M., (1996), Nursing Intervention Clasification (NIC), Mosby : St Louis.
Phipps , ect, ( 1999 ) Medikal Surgical Nursing : Consept dan Clinical Pratise, Mosby Year Book, Toronto.
Herdman, t, H (2009), NANDA International : Nursing Diagnosis 2009-2011, Wiley-Blackwell :  Pholadelphia.
Yayasan AGD 118 (2005), Panduan Basic Trauma And Cardiac Life Support , Jakarta : Yayasan AGD 118.